November
2010..
Kuliah pagi, dan gua pun harus
bangun pagi. Hari ini gua masuk jam 8 pagi, mao gak mao gua siap tuk
berkompetisi dengan penumpang kereta yang yang lain tuk bisa masuk kedalam
kereta. Pagi ini hawa kota kecil gua sangat sejuk dan sedikit cerah. Dan penumpang
KRL pagi ini pun cukup ramai,
peron-peron di penuhi penumpang yang akan kerja, sekola, kuliah. Seperti biasa
pagi itu gua berjalan menuju peron sambil mencumbu sebatang rokok, dan dari
kejauhan mata gua tertuju kesosok gadis dengan sweater hitam dan baju daleman
berwarna putih polos dan poni depan memakai jepitan dan rambut tersebut di jepit
kebelakang, sosok gadis itu tampak tak asing. Gadis kecil yang dulu sempat
mengisi hati gua bertahun-tahun, langkah
gua pun semakin dekat dengan sosok gadis tersebut, hingga akhirnya dia pun
mengenali gua. Gadis itu bernama Aldilah Sari Astuti, gua manggilnya dila.
“Hey
Git!!! Seru dila “Tumben lo pagi-pagi gini udah ada di stasiun? Masuk pagi ya?”
“Eh lo
Dil, iya nih gua masuk jam 8, lo kuliah pagi hari ini? Tanya gua gugup.Gua pikir gua orang yang sangat percaya diri, tapi didepan orang yang gua suka gua sama sekali gak berdaya. Sebelumnya kami tak pernah melakukan hal ini, bertahun-tahun gua kenal dia gua
hanya cukup memandangi dia dari kejauhan menikmati keindahan tersebut meski dia
tau kalo gua itu suka sama dia. Dila adalah cinta dalam hati gua dari gua SD,
SMP, SMA. Dimata gua gak ada gadis laen yang bikin gua jatuh cinta sebelumnya.
Begitu banyak kepedihan yang dia berikan ke gua hingga gua lebih memilih mundur
dari persaingan mendapatkan dia, satu-satunya kenangan yang gua masih ingat
adalah saat gua maen kerumahnya dan itu menjadi unforgetten moment, meski jarak
rumah kami sangat dekat, gua gak pernah maen kerumah Dila, dan gua punya banyak
alasan tuk gak maen kerumah dia.
Mungkin
karena kami mulai tumbuh dewasa dan mulai melupakan masa lalu yang pahit, kami pun
enjoy dengan keadaan pagi itu, banyak hal yang kami bicarakan. Mulai dair
kehidupan teman-teman masa kecil kita, perkuliahan dia yang mulai masuk tahap
skripsi dan kuliah gua yang baru akan dimulai, membicarakan tubuh dia yang
mulai menjadi gemuk dan lagi-lagi kami tak mau menyinggung masa lalu. Hingga
akhirnya kereta yang kami tunggu pun datang, kami pun bersiap tuk menaiki
kereta tersebut. Seperti biasanya, kereta pagi ini lumayan padat penumpang yang
akan beraktivitas. Kami berdua bedesakan tuk bisa masuk kedalam kereta
tersebut. Sesaat kami telah berdiri ditengah kerumunan penumpang kereta yang
sudah memenuhi gerbong tersebut, kami berdiri didekat pintu, naluri lelaki gua
tiba-tiba melindungi Dila dan memprotectnya dari gangguan penumpang lain
Selama perjalanan
didalam kereta kami mengisinya dengan obrolan ringan untuk membunuh waktu perjalanan.
“Lo turun distasiun mana Git?”
ujar Dila memecah keheningan perjalanan “Kampus lo dimana sih?”
“Gua turun di stasiun tanjung
barat, kampus gua di Unindra Dil”
“Gila jauh banget sih lo kuliah”
“Iya gua dapetnya di situ Dil”
Ujar gua dengan menatap matanya yang udah lama gua gak pernah liat sebelumnya “Lo turun di Pondok Cina atau turun di UI?”
“Gua turun di UI Git, kebetulan
gua janjian sama temen gua di stasiun UI”
Tak terasa
perjalanan kami telah sampai di stasiun Pondok Cina. Gua heran sama waktu, kita
kita bersama dengan orang yang kita suka waktu berjalan begitu cepat. Bumi terasa
begitu cepat sekali berputar. Tapi pagi itu ada kejadian yang sedikit
menghebohkan seluruh penumpang kereta, ada seorang yang kesengat listrik di
atap kereta ang memaksa kereta kami berhenti mendadak saat mau masuk kestasiun
UI, itu pun jelas menghambat perjalanan kami. Hingga akhirnya kami memutuskan
untuk turun dan memilih berjalan kaki sampai stasiun UI.
“Yaelah
keretanya segala mogok lagi” ujar Dila
“Ada yang
kesetrum mbak” ujar bapak-bapak yang ada disamping kami
“Hah kesetrum” Gua dan Dila pun
agak panik “Jadi keretanya mogok gitu pak gak bisa jalan?” tanya gua.
“Iya mas, mas emang turun dimana?”
Tanya bapak tersebut.
“Turun di Ui sih pak” Sahut Dila
dengan muka sedikit panik karena takut telat
“Yaudah mbaknya turun disini ja,
deket kok stasiun UI dari sini” Ujar bapak-bapak yang lain.
“Gimana Dil? Mau turun disini
aja terus kita jalan kaki?” Tanya gua.
“Yaudah deh daripada kita telat nunggu
kereta yang gak tau kapan jalannya” ujar Dila
“Ya udah mas nya bantu mbak nya
turun ja” Saran bapak tersebut “Bantu mbak nya lompat.
Akhirnya gua
pun memutuskan tuk turun dari kereta, gua lompat dari ketinggian yang cukup
lumayan, lalu gua tunggu di bawah kereta, nunggu Dila turun juga.
“Ayo Dil
turun, pegang tangan gua” Seru gua.
“Iya Git”
Tanpa pikir panjang Dila pun segera meraih tangan gua yang udah siap meraih
tangannya, akhirnya tangan Dila pun berhasil gua genggam
“Ayo Dil
pelan-pelan turunnya” perintah gua sambil menggenggam tangannya erat
“Iya Git”
Ujar Dila sambil berusaha turun dan siap tuk lompat.
Akhirnya Dila
pun berhasil turun dari kereta tersebut dengan selamat, reflek Dila pun
langsung melepas genggaman tangan gua, hari itu adalah pertama kalinya gua kembali menggenggam tangannya. Gua gak pernah lagi melakukan hal tersebut ketika dia punya cowok
“Terimakasih
ya pak!!!” Ucap kami berdua sambil berjalan menjauh
“Iya
sama-sama mas” Jawab kompak dua bapak-bapak yang daitadi kasih saran kami.
Lalu kami
berjalan menjauhi kereta tersebut dan bergegas menuju jalan raya dengan langkah
yang agak cepat.
“Thanks ya
Git” Ucap Dila dengan muka yang sedikit memerah sambil malu-malu
“Iya
sama-sama Dil”
“Klo gak ada
lo mungkin gua masih didalem kereta itu dan gua bakal telat ngampus’ Ujar Dila
“Yaelah lebay
banget lo” Ngeles gua
“Mao permen?”
Tanya Dila sambil menyodorkan beberapa permen
“Oh gak usah” Tepis gua
Tanpa sadar
kami pun telah sampai di pinggir jalan raya, Dila pun segera naik angkot yang
menuju kearah kampusnya
“Gua duluan
ya Git, makasih banget ya tadi” Ucapnya sambil menuju kerarah angkot tersebut
“Iya
sama-sama Dil” Ujar gua dengan muka yang belum puas menikmati waktu dengannya
“Daah
Sigit!!!! Hati-hati lo, kuliah yang rajin haha” Ucapnya dari dalam angkot
tersebut
Dan gua pun melepasnya
dengan senyuman tipis, seolah hari itu gua mendapatkan kekuatan berlebih tuk
menjalani kuliah yang sampai sore. Setelah kejadian itu, kami jadi sering
ketemu setiap jumat pagi selama semester tersebut tapi setelah semester itu
berakhir kami tak pernah bareng lagi..
Dan gua pun gak nyesel gak minta no hp dia, karena bagi gua kejutan yang diberikan Tuhan lebih indah daeipada rencana yang kita buat, jadi biarkanlah Tuhan berencana mempertemukan kami dalam moment indah yang lainnya